Rabu, 17 Juli 2013

Penjarahan Warisan Budaya Sejarah di Mesir dan Suriah

Suriah Hari Ini - Para pejabat UNESCO dalam sidang tahunan organisasi budaya PBB itu di Phnom Penh, Kamboja pada Juni 2013, menyatakan prihatin atas berlanjutnya tragedi pencurian peninggalan sejarah di negara-negara seperti, Suriah dan Mesir. Mereka menyerukan perlindungan lebih ketat terhadap situs bersejarah di negara-negara yang dilanda krisis. Dalam beberapa bulan terakhir dan akibat kurangnya perlindungan, beberapa situs bersejarah di Mesir telah menjadi sumber pendapatan bagi para penjarah. Dalam kondisi seperti ini, para pakar percaya bahwa berlanjutnya proses sekarang, situs-situs bersejarah yang masih utuh di negara itu tidak akan ditemukan lagi dalam waktu dekat.
                                                                                          
Dalam kasus terbaru penjarahan situs bersejarah, media-media dunia menginformasikan penjarahan sebuah makam kuno di daerah Abusir, wilayah selatan dekat Kairo. Menurut berbagai laporan, ketika para erkeolog tiba di lokasi, mereka menemukan sisa-sisa beberapa Mummi dan kain pembungkusnya berserakan. Makam berusia 3000 tahun itu dirusak dengan menggunakan alat berat. Seluruh benda bernilai di makam itu termasuk peti Mummi, perhiasan, dan peninggalan sejarah lainnya hilang dijarah.

Kondisi seperti itu juga terjadi di Suriah. Sebagai contoh, surat kabar Sunday Times beberapa waktu lalu menulis, "Peninggalan sejarah beberapa ribu tahun Suriah dijarah dari negara itu dan dijual di pasar gelap negara-negara lain." Wartawan harian itu dalam sebuah investigasi rahasia, menerima sejumlah penawaran untuk membeli puluhan peninggalan sejarah Suriah, termasuk patung era Romawi senilai dua juta dolar. Dilaporkan pula bahwa menara masjid yang berdiri sejak abad ke-11 runtuh pada pertempuran di Aleppo. Masjid yang menjadi sasaran tembak adalah Masjid Umayyah yang terletak di wilayah kota tua Aleppo. Masjid yang pengerjaannya dimulai abad ke-8 dan menaranya didirikan abad ke-11 itu masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO.

Menurut UNESCO, lima dari enam situs warisan dunia yang terdapat di Suriah -- meliputi Kota Gurun Kuno, Palmyra, Benteng Crac des Chevaliers dan Qalat Salah El-Din serta beberapa bagian kuno Damaskus-- telah terkena dampak pertempuran. Souk al-Madina di Aleppo adalah salah satu dari beberapa lokasi bersejarah di Suriah yang terbakar akibat pertempuran. UNESCO mengatakan terbakarnya Souk al-Madina merupakan sebuah tragedi. Menurut Perwakilan UNESCO, Karim Hendili, Kota Tua Allepo merupakan kawasan yang paling terpukul akibat konflik. Api melahap Souk al-Madina hingga 500 toko ludes terbakar. Lorong berkubah di pasar tersebut pun rusak parah.

Menurut berbagai informasi, sejak pecahnya perang di Suriah pada Maret 2011, sepertiga museum di negara itu bersama 16 situs bersejarah telah dijarah dan artefak-artefak kuno di dalamnya hilang dicuri. Seorang arkeolog memprediksikan bahwa nilai artefak kuno yang dicuri mencapai sekitar dua miliar dolar. Selama pertempuran berkecamuk di Suriah, sejumlah organisasi mengingatkan semua pihak untuk melindungi situs-situs warisan budaya Suriah. Mereka meminta pihak-pihak yang bertikai untuk menghormati warisan budaya negara itu dan tidak memanfaatkannya untuk kepentingan militer dan politik.

Menurut para arkeolog, kerusakan parah terjadi di daerah-daerah yang telah keluar dari kendali pemerintah Damaskus, di mana penjarah warisan budaya di wilayah itu menyerang museum dan situs-situs kuno lainnya. Enam situs bersejarah di Suriah hingga sekarang telah masuk dalam daftar warisan budaya UNESCO dan negara itu masih menyimpan banyak peninggalan sejarah lainnya untuk dicatat sebagai warisan budaya dunia. Namun, tidak ada laporan menggembirakan mengenai perlindungan terhadap situs-situs bersejarah dan setiap harinya sejumlah artefak kuno dibawa keluar dari Suriah.

Selama revolusi Mesir untuk menumbangkan rezim diktator Hosni Mubarak, para penjarah juga menyerang situs-situs kuno dan museum-museum di negara itu, mereka mencuri artefak-artefak kuno Mesir. Peninggalan terpenting yang dijarah dari Museum Nasional Mesir di Kairo adalah patung Akhenaten. Patung dari batu kapur itu menggambarkan ayah dari Tutankhamun, yang berasal dari periode Amarna (1353-1336 Sebelum Masehi). Patung itu memiliki tinggi 37 cm, menggambarkan Raja Akhenaten yang berdiri membawa meja persembahan dan mengenakan mahkota biru. Ini adalah salah satu peninggalan Mesir Kuno yang tak ternilai harganya. Sebuah makam kuno di Aswan, tepi barat Sungai Nil juga dijarah oleh pria bersenjata selama pergolakan di Mesir.

Lalu, kemanakah larinya artefak-artefak kuno tersebut? Jelas bahwa sejumlah artefak kuno yang dicuri sampai sekarang belum ditemukan atau mereka telah laku terjual di pasar-pasar gelap. Namun, beberapa artefak kuno itu dibawa lari ke Amerika Serikat dan Inggris. Sebagai contoh, petugas bea cukai di bandara Texas berhasil menyita dua peti mati Mesir Kuno, yang dihiasi dengan pemandangan religius warna-warni. Investigasi polisi setempat menemukan bahwa artefak kuno tersebut tidak memiliki dokumen resmi dan merupakan bagian dari kekayaan nasional Mesir.

Pada dasarnya, penjarahan warisan budaya di negara-negara Arab adalah bukan pemandangan baru, tapi kegiatan ilegal itu sudah dimulai sejak beberapa tahun silam dan cenderung meningkat. Para pakar percaya bahwa serangan Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003, merupakan babak baru pencurian warisan-warisan budaya. Pada masa itu, museum dan situs-situs budaya dan bersejarah Irak dirusak dan dijarah dan sebagian besar dari warisan budaya negara itu dibawa kabur ke AS dan Eropa. Meski situasi di Irak sudah lebih stabil, AS setelah 10 tahun pendudukan tidak bersedia mengembalikan warisan budaya negara itu yang raib.

Pasukan militer dan kontraktor AS juga ditengarai menyebabkan kerusakan yang parah terhadap situs peninggalan bersejarah Babilonia di Irak setelah invasi pada tahun 2003. Laporan UNESCO mengatakan bahwa sejumlah struktur bangunan yang penting mengalami kerusakan dan situs bersejarah tersebut mengalami proses penggalian dan pengrusakan. Kota tua berusia 4.000 tahun yang terletak di sebelah selatan Baghdad tersebut merupakan lokasi di mana terletak taman gantung Babilonia yang tersohor dan merupakan bagian dari tujuh keajaiban dunia dari peradaban kuno.

Menurut laporan UNESCO, pasukan militer dan kontraktor AS dengan sengaja melakukan penggalian parit yang panjang. AS tidak menghormati situs bersejarah tersebut karena parit panjang itu digali melalui lokasi berdirinya situs Babilonia. Para pakar mengatakan bahwa, di antara sejumlah bangunan kuno yang dirusak oleh tangan-tangan tidak bertanggungjawab, salah satunya adalah Gerbang Ishtar dan sebuah jalan yang dipergunakan untuk arak-arakan. Ukiran berbentuk simbol naga pada gerbang Ishtar telah dirusak oleh tangan-tangan jahil. Anehnya, aksi pengrusakan tersebut justru terjadi tepat ketika wilayah itu berada di bawah kendali pasukan AS.

McGuire Gibson, dosen di Universitas Chicago menyebut peradaban Irak sebagai salah satu peradaban tertua umat manusia dan mengatakan, "Apa yang terjadi di Irak merupakan tragedi terbesar era kita. Kita sekarang kehilangan artefak kuno di kota Sumeria dan budaya mencuri telah berkembang luas. Sisa-sisa terakhir dari kota-kota pertama umat manusia seperti Sumeria telah dijarah dan hancur karena kekacauan yang disebabkan oleh kehadiran pasukan AS."

Serangan terhadap warisan-warisan budaya dan peradaban besar Timur Tengah dan negara-negara Arab telah berlangsung lama dengan berbagai bentuknya. Kadang kala, invasi dan pendudukan menjadi alasan untuk merusak dan menjarah warisan budaya sebuah bangsa. Pada lain waktu, pengiriman senjata kepada kelompok-kelompok teroris dan kemudian mendorong mereka untuk menghancurkan dan mencuri situs-situs bersejarah. Semua itu bertujuan untuk menghancurkan warisan budaya sebuah bangsa dan mengaburkan sejarah mereka. (SHI/IRIB)
Breaking News
Loading...
Pesan Cepat
Press Esc to close