Dua Pesan Indonesia untuk Perundingan Jenewa II
Suriah Hari Ini - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa akan bertolak ke Swiss, Selasa (21/1), untuk menghadiri pertemuan Jenewa 2 yang akan membahas upaya penyelesaian konflik di Suriah. “Konflik Suriah sejak Maret 2011 telah menewaskan lebih dari 120.000 orang,” kata Marty di Jakarta, Senin (20/1).
Ia mengatakan dalam pertemuan Jenewa 2 itu Indonesia akan menekankan dua pesan utama, yaitu penyelesaian melalui jalan diplomasi serta pentingnya pihak-pihak bertikai di Suriah untuk segera melakukan gencatan senjata.
Indonesia merupakan bagian dari sekitar 30 negara serta salah satu dari empat negara di kawasan Asia Pasifik selain India, Jepang, dan anggota Dewan Keamanan PBB, China, yang diundang menghadiri pada konferensi perdamaian Suriah itu. “Saya menerima surat dari Sekjen PBB pada 6 Januari yang intinya mengundang Indonesia untuk berpartisipasi,” kata Marty.
Pertemuan Jenewa 2 akan diselenggarakan dalam dua segmen, yaitu 22 Januari di Montreux dan 24 Januari di Jenewa. Pertemuan Montreux akan dihadiri oleh perwakilan negara-negara yang diundang dan akan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon.
Pertemuan di Jenewa yang akan dipimpin oleh utusan khusus PBB-Liga Arab Lakhdar Brahimi secara khusus akan diikuti oleh pihak-pihak bertikai di Suriah, yaitu pemerintah dan pihak oposisi.
Berbeda dengan pemerintah Suriah yang sejak jauh-jauh hari menyatakan siap menghadiri pertemuan Jenewa, pihak oposisi yang belakangan ini terpecah belah baru memutuskan kehadiran mereka setelah melakukan pemungutan suara pada Minggu (19/1).
Kendati negara-negara yang mengikuti pertemuan di Montreux tidak direncanakan untuk hadir pada pertemuan di Jenewa 24 Januari, tetapi khusus bagi Indonesia, terbuka kemungkinan diminta untuk hadir pada pertemuan di Jenewa.
“Khusus soal Indonesia, juga disampaikan oleh Sekjen PBB bahwa di samping partisipasi dalam pertemuan tingkat tinggi (di Montreux), mungkin diperlukan juga turut membantu perundingan antara pihak-pihak Suriah (di Jenewa),” ungkap Menlu.
Jika diminta membantu perundingan, kata Marty, pada intinya Indonesia akan menekankan bahwa pihak-pihak terkait di Suriah harus mengedepankan penyelesaian menyeluruh serta mencerminkan keinginan rakyat Suriah sendiri.
Sementara itu, dalam pernyataan yang akan disampaikan di Montreux nanti, Indonesia akan menekankan bahwa penyelesaian politik melalui jalan diplomasi adalah cara terbaik untuk menyelesaikan konflik di Suriah secara menyeluruh. “Bukankah menurut pengalaman selama dua tahun terakhir ini menunjukkan bahwa penyelesaian melalui penggunaan kekuatan atau kekerasan hanya menghasilkan penderitaan yang semakin parah,” ujar Menlu.
Saat berlangsungnya pertemuan negara-negara G20 di St. Petersburg pada September lalu, terdapat kecenderungan menuju diambilnya penggunaan kekuatan dalam menangani masalah senjata kimia Suriah.
“Tapi Indonesia pada saat itu secara konsisten menyuarakan upaya penyelesaian melalui cara-cara damai dan syukur alhamdulillah itu akhirnya yang menjadi pilihan penyelesaian,” tutur Marty. (SHI/HARIAN-NASIONAL)
Ia mengatakan dalam pertemuan Jenewa 2 itu Indonesia akan menekankan dua pesan utama, yaitu penyelesaian melalui jalan diplomasi serta pentingnya pihak-pihak bertikai di Suriah untuk segera melakukan gencatan senjata.
Indonesia merupakan bagian dari sekitar 30 negara serta salah satu dari empat negara di kawasan Asia Pasifik selain India, Jepang, dan anggota Dewan Keamanan PBB, China, yang diundang menghadiri pada konferensi perdamaian Suriah itu. “Saya menerima surat dari Sekjen PBB pada 6 Januari yang intinya mengundang Indonesia untuk berpartisipasi,” kata Marty.
Pertemuan Jenewa 2 akan diselenggarakan dalam dua segmen, yaitu 22 Januari di Montreux dan 24 Januari di Jenewa. Pertemuan Montreux akan dihadiri oleh perwakilan negara-negara yang diundang dan akan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon.
Pertemuan di Jenewa yang akan dipimpin oleh utusan khusus PBB-Liga Arab Lakhdar Brahimi secara khusus akan diikuti oleh pihak-pihak bertikai di Suriah, yaitu pemerintah dan pihak oposisi.
Berbeda dengan pemerintah Suriah yang sejak jauh-jauh hari menyatakan siap menghadiri pertemuan Jenewa, pihak oposisi yang belakangan ini terpecah belah baru memutuskan kehadiran mereka setelah melakukan pemungutan suara pada Minggu (19/1).
Kendati negara-negara yang mengikuti pertemuan di Montreux tidak direncanakan untuk hadir pada pertemuan di Jenewa 24 Januari, tetapi khusus bagi Indonesia, terbuka kemungkinan diminta untuk hadir pada pertemuan di Jenewa.
“Khusus soal Indonesia, juga disampaikan oleh Sekjen PBB bahwa di samping partisipasi dalam pertemuan tingkat tinggi (di Montreux), mungkin diperlukan juga turut membantu perundingan antara pihak-pihak Suriah (di Jenewa),” ungkap Menlu.
Jika diminta membantu perundingan, kata Marty, pada intinya Indonesia akan menekankan bahwa pihak-pihak terkait di Suriah harus mengedepankan penyelesaian menyeluruh serta mencerminkan keinginan rakyat Suriah sendiri.
Sementara itu, dalam pernyataan yang akan disampaikan di Montreux nanti, Indonesia akan menekankan bahwa penyelesaian politik melalui jalan diplomasi adalah cara terbaik untuk menyelesaikan konflik di Suriah secara menyeluruh. “Bukankah menurut pengalaman selama dua tahun terakhir ini menunjukkan bahwa penyelesaian melalui penggunaan kekuatan atau kekerasan hanya menghasilkan penderitaan yang semakin parah,” ujar Menlu.
Saat berlangsungnya pertemuan negara-negara G20 di St. Petersburg pada September lalu, terdapat kecenderungan menuju diambilnya penggunaan kekuatan dalam menangani masalah senjata kimia Suriah.
“Tapi Indonesia pada saat itu secara konsisten menyuarakan upaya penyelesaian melalui cara-cara damai dan syukur alhamdulillah itu akhirnya yang menjadi pilihan penyelesaian,” tutur Marty. (SHI/HARIAN-NASIONAL)
0 komentar:
Posting Komentar