Prediksi Gerakan Terorisme di Indonesia Pasca Serangan AS di Irak dan Suriah
Suriah Hari Ini - Masyarakat Indonesia kembali dikejutkan oleh berita seorang warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan aksi bunuh diri ISIS di Irak. Dilaporkan oleh Channel News Asia, Selasa 14 Oktober, mengatakan WNI itu tewas dalam sebuah penyerangan di Irak akhir pekan lalu.
Sebuah kelompok pemantau, SITE, serta situs militan di Indonesia menyebut bahwa militan ISIS asal Indonesia menabrakkan mobil penuh bahan peledak ke sebuah pangkalan militer di luar kota Tikrit, sebelah utara Baghdad, Sabtu 11 Oktober. WNI itu disebut bernama Hanzhalah Al-Indunisi, walau analis meyakini itu bukan nama aslinya. Foto yang dikirimkan oleh SITE, memperlihatkan WNI itu membaca Al-Quran lalu asap tebal terlihat setelah mobil yang dikendarainya menabrak sasaran, sebagaimana diberitakan oleh laman viva.co.id.
Itu disebut merupakan kasus kedua WNI menjadi pembom bunuh diri ISIS. Kasus pertama dilaporkan terjadi pada Februari. Juru bicara Polisi Indonesia Boy Rafli Amar mengatakan masih berusaha mendapatkan konfirmasi tentang insiden dan identitas WNI yang terlibat. Polisi mengatakan total sudah lima WNI yang tewas saat bertempur bersama militan ISIS di Timur Tengah. Otoritas keamanan Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, mengatakan sedikitnya 60 WNI telah bergabung dengan ISIS. Tapi pengamat mengatakan jumlahnya mungkin bisa mencapai 200 orang.
Bahkan, diperkirakan sekitar 1.000 relawan dari Asia Pasifik telah bergabung dengan ISIS. Kepala Komando Pasifik Amerika di Asia, Admiral Samuel Locklear mengatakan, Amerika memberi perhatian terhadap fenomena bergabungnya relawan dari Asia ke ISIS.
“Ini meruipakan masalah yang harus menjadi perhatian. Ada sekitar 1.000 relawan yang berpotensi untuk menjadi pejuang yang pindah dari Asia Pasifik. Ini berdasarkan pengamatan yang sudah kami lakukan,” kata Locklear, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Kata dia, jumlah itu kemungkinan akan terus bertambah. Locklear menegaskan, serangan udara yang dilakukan Amerika ke markas ISIS di Irak dan Suriah akan semakin intensif. Meski demikian, pasukan Amerika akan tetap menjaga keseimbangan di wilayah Asia Pasifik.
Keterlibatan WNI dalam aksi bunuh diri serta banyaknya WNI yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah tentunya sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut, mengindikasikan bahwa ISIS bagi para militant Indonesia, dijadikan sebagai wahana jihad sekaligus pelatihan, baik pelatihan, militer, pelatihan pembuatan bom, termasuk juga pelatihan terror dan propaganda. Hal yang sama juga terjadi dalam kasus perang di Afganistan.
Diketahui bahwa para terroris kelas wahid di Indonesia selama ini sebagian besar adalah alumni Afganistan. Artinya, bukan tidak mungkin para alumni Irak dan Suriah yang saat ini bergabung dengan ISIS, akan kembali ke tanah air dengan kemampuan terror yang “wahid” dan siap melakukan aksi terrorisme di Indonesia.
Apalagi jika keberadaan mereka di Irak dan Suriah yang mulai terdesak akibat gempuran serangan udara negara Barat, diprediksi mereka akan kembali ke Indonesia lebih cepat dari jadwal “pelatihan” yang sudah ditentukan. Artinya, melakukan aksi terrorisme di Indonesia hanyalah soal waktu semata.
Dengan demikian, langkah-langkah progresif harus terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, termasuk aparat keamanan dan aparat intelijen. Melakukan pendataan, pemantauan segala bentuk aktifitas WNI yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah menjadi sangat mendesak untuk dilakukan, dalam rangka meredusir segala potensi ancaman yang dapat ditimbulkan sekembalinya para WNI tersebut ke tanah air. Jika tidak, bukan tidak mungkin, ancaman terrorisme model ISIS di Indonesia ke depan akan jauh lebih besar dan manifest. (SHI/DETEKSI)
Sebuah kelompok pemantau, SITE, serta situs militan di Indonesia menyebut bahwa militan ISIS asal Indonesia menabrakkan mobil penuh bahan peledak ke sebuah pangkalan militer di luar kota Tikrit, sebelah utara Baghdad, Sabtu 11 Oktober. WNI itu disebut bernama Hanzhalah Al-Indunisi, walau analis meyakini itu bukan nama aslinya. Foto yang dikirimkan oleh SITE, memperlihatkan WNI itu membaca Al-Quran lalu asap tebal terlihat setelah mobil yang dikendarainya menabrak sasaran, sebagaimana diberitakan oleh laman viva.co.id.
Itu disebut merupakan kasus kedua WNI menjadi pembom bunuh diri ISIS. Kasus pertama dilaporkan terjadi pada Februari. Juru bicara Polisi Indonesia Boy Rafli Amar mengatakan masih berusaha mendapatkan konfirmasi tentang insiden dan identitas WNI yang terlibat. Polisi mengatakan total sudah lima WNI yang tewas saat bertempur bersama militan ISIS di Timur Tengah. Otoritas keamanan Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, mengatakan sedikitnya 60 WNI telah bergabung dengan ISIS. Tapi pengamat mengatakan jumlahnya mungkin bisa mencapai 200 orang.
Bahkan, diperkirakan sekitar 1.000 relawan dari Asia Pasifik telah bergabung dengan ISIS. Kepala Komando Pasifik Amerika di Asia, Admiral Samuel Locklear mengatakan, Amerika memberi perhatian terhadap fenomena bergabungnya relawan dari Asia ke ISIS.
“Ini meruipakan masalah yang harus menjadi perhatian. Ada sekitar 1.000 relawan yang berpotensi untuk menjadi pejuang yang pindah dari Asia Pasifik. Ini berdasarkan pengamatan yang sudah kami lakukan,” kata Locklear, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Kata dia, jumlah itu kemungkinan akan terus bertambah. Locklear menegaskan, serangan udara yang dilakukan Amerika ke markas ISIS di Irak dan Suriah akan semakin intensif. Meski demikian, pasukan Amerika akan tetap menjaga keseimbangan di wilayah Asia Pasifik.
Keterlibatan WNI dalam aksi bunuh diri serta banyaknya WNI yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah tentunya sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut, mengindikasikan bahwa ISIS bagi para militant Indonesia, dijadikan sebagai wahana jihad sekaligus pelatihan, baik pelatihan, militer, pelatihan pembuatan bom, termasuk juga pelatihan terror dan propaganda. Hal yang sama juga terjadi dalam kasus perang di Afganistan.
Diketahui bahwa para terroris kelas wahid di Indonesia selama ini sebagian besar adalah alumni Afganistan. Artinya, bukan tidak mungkin para alumni Irak dan Suriah yang saat ini bergabung dengan ISIS, akan kembali ke tanah air dengan kemampuan terror yang “wahid” dan siap melakukan aksi terrorisme di Indonesia.
Apalagi jika keberadaan mereka di Irak dan Suriah yang mulai terdesak akibat gempuran serangan udara negara Barat, diprediksi mereka akan kembali ke Indonesia lebih cepat dari jadwal “pelatihan” yang sudah ditentukan. Artinya, melakukan aksi terrorisme di Indonesia hanyalah soal waktu semata.
Dengan demikian, langkah-langkah progresif harus terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, termasuk aparat keamanan dan aparat intelijen. Melakukan pendataan, pemantauan segala bentuk aktifitas WNI yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah menjadi sangat mendesak untuk dilakukan, dalam rangka meredusir segala potensi ancaman yang dapat ditimbulkan sekembalinya para WNI tersebut ke tanah air. Jika tidak, bukan tidak mungkin, ancaman terrorisme model ISIS di Indonesia ke depan akan jauh lebih besar dan manifest. (SHI/DETEKSI)
0 komentar:
Posting Komentar